Pages

Sunday, May 19, 2019

Alangkah Lucunya Hidup Ini

Ya. Kali ini aku memberikan judul tentang alangkah lucunya hidup ini, tak lain dan tak bukan adalah menuliskan tentang apa yang selama ini sering terjadi dalam kehidupan nyata.
Seperti yang saat ini aku lalui, entah kapan dimulainya aku lupa. Aku memiliki selisih paham dengan orang yang mengaku begitu mencintaiku (sama juga sebaliknya). Namun, di balik rasa cinta yang luar biasa terdapat jurang pemisah yang jika dari kita tidak memahami letaknya, akan berpotensi menghancurkan segala yang ada.
Perselisihan terjadi ketika kami lebih tepatnya kita membahas tentang cara pandang kehidupan, tentang proses pendewasaan dan pengendalian diri.

Wednesday, May 15, 2019

Se-temperamental Itukah? Iya Benar, seperti itu...


Hei..kenalkan, Aku Rezta. kali ini aku ingin berbagi dengan kalian mengenai hubunganku dengan kedua orang tuaku. Kenapa tiba-tiba aku ingin mengangkat cerita ini? hmm tak lain tak bukan adalah aku merasa terbawa perasaan dengan percakapan-percakapan rekan kerjaku tadi siang. Mereka menceritakan betapa hangat ayah dan ibu mereka kompak merawat. 

Ada rasa pedih dalam hati ketika mendengar mereka bercerita, bahkan ada satu rekan kerjaku (sebutlah namanya Esti, yang menceritakan bahwa ayah dia tidak pernah sekalipun memukul ataupun membentak), kemudian dilanjutkan dengan cerita dari (sebut saja Dhani yang juga menceritakan bahwa Ayahnya begitu menyayangi dia, bahkan ketika Ibu Dhani marah-marah atau mencubit, tidak jarang ayahnya yang akan turun tangan).

Aku menarik nafas panjang ketika mendengarkan itu, dengan sedikit reaksi yang agak kaget aku iseng menanyakan 
"Hei Dhani, apakah artinya kamu tidak pernah merasakan dipukul ayahmu sampai kuping kamu berdenging dan terasa budek?" dengan santainya Dhani menjawab "engga pernah"
Sungguh jawaban yang membuat aku terkejut, karena bagiku untuk tidak pernah merasakan pukulan orang tua adalah hal yang sangat istimewa.

Sesaat aku teringat tentang pertama kalinya aku dipukul ayahku, adalah ketika aku usia SD. Kala itu aku main ke rumah tetangga yang banyak orang bilang (itu rumah gila). Di rumah tetangga tersebut tinggal seorang nenek yang sering marah-marah tidak jelas, aku kesana karena nenek tersebut memiliki cucu laki-laki seumuranku.

Kembali memori melekat di kepala, Ayahku datang membawa gulungan koran dan badanku ditarik untuk di bawa pulang, sepanjang jalan beberapa kali ayah menyematkan gulungan koran tersebut ke badan.. yang teringat adalah rasa panas dan sisa lebam.

Bagaimana dengan Ibu ku? Ayah dan Ibuku memiliki karakter yang unik, mereka berdua sangat saling mencintai. Oleh karenanya beberapa kali aku merasa sangking cintanya terkadang Ayah tidak melakukan filter terhadap informasi yang Ibu ku sampaikan (Istilah kali ini mungkin Ayah sudah terkena gashlighting). Apa mau dikata jika memang itulah keadaannya.

Dibandingkan dengan ayah, Ibu lebih sering memukul (mungkin efek karena memiliki suami yang tidak pernah ada di rumah, dalam setahun ketemu hanya sekali alias bisa dihitung jari) bisa dibilang efeknya adalah adanya kejenuhan, emosi yang tertumpuk dan tidak ada tempat untuk berbagi. Jadi ketika aku "nakal" itulah tempat untuk melampiaskan kekesalannya (ini pemikiranku kala itu).
Aku sangat ingat sekali, ketika tidak bisa mengerjakan PR. Ibu dengan semangatnya menarik rambutku dan membenturkan kepalaku ke lemari (Apa yang terjadi? apakah kepalaku bocor? Oh tentu tidak. Kepalaku hanya benjol segedhe bola bekel. Yang perlu dikasihani adalah lemari, karena pintunya jebol. Hahaha)
Tidak hanya itu saja, aku masih sangat ingat ketika Ibu ku tahu bahwa pencapaian nilai akademisku di SMA sangat jauh dari kata memuaskan. Saat itu aku kelas 2 dan memang aku tidak pintar dalam hitung-hitungan.

Selama perjalanan pulang ke rumah, aku sudah mempersiapkan mental dengan apa yang terjadi. Awal masuk pintu rumah, beliau tidak ada tanda-tanda marah ataupun akan memukul. Aku melihat beliau melakukan pekerjaan hari-harinya, duduk di meja makan sambil sesekali mengupas bawang merah untuk digoreng.

Hingga hari menjelang malam, ketika aku duduk di ruang tv dan bercengkerama dengan adik semata wayangku. Tahu-tahu aku merasakan pukulan di kepala belakang, syock, kaget dan sempat reaksi ingin berdiri jika tidak mengingat itu adalah serangan yang biasa aku terima. "Ah iya, ini kan tendangan sayang dari emakku, Masa kamu lupa sih Ta? Uda jangan dilawan. terima aja" (kata hatiku kala itu)

Entah kenapa begitu tiba-tiba beliau menendang kepalaku dari belakang, bahkan lagi-lagi kepalaku kebentur lemari. Untung yang ini engga menyebabkan benjol (malu kali ah, uda SMA bawa-bawa bola bekel di kepala. Ya gak?). Tidak ada air mata kala itu, yang ada malah rasa benci dan kecewa.
Pecah sudah amarah beliau malam itu, katanya beliau malu memiliki anaknya bego seperti aku. Apa kata tetangga yang tahu? Apakah ini wujud didikan anak tanpa ayah? engga beraturan, engga ngerti pelajaran (dan masih banyak lagi).

Aku tidak melawan, karena aku tahu sekali psikologi Ibuku. Balik lagi, beliau bisa dianggap sebagai single parent yang apesnya ketika SMA aku satu sekolahan dengan tetangga dekat rumah dan saudara sepupu yang seumuran.
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, badan lebam, kepala puyeng dan aku masih memikirkan bagaimana jika hasil nilai ujianku diketahui tetangga dan diketahui keluarga besar.
Mungkin banyak orang akan menilai aku adalah anak yang tidak tahu diuntung, menulis hal seperti ini. Padahal bukan itu yang ingin aku sampaikan, aku sangat menyayangi kedua orang tuaku. Dan aku sangat tahu, mereka pasti menyayangiku juga (sangat malahan).

Agar tidak kesepian ketika usia 8 tahun, aku meminta adik kepada orang tuaku. Kebetulan kala itu Ayahku masih ada di rumah (belum menjadi bang toyib seperti sekarang).
Ketika adikku lahir, aku sangat bahagia. Karena aku akan memiliki teman untuk berbagi entah suka dan duka (dan itulah yang terjadi sampai sekarang). Sempat aku berfikir (kala itu), Jika dengan aku memiliki adik mungkin mereka tidak lagi akan temperamental lagi. (dan Yipppi aku salah...)
Keseruan tetap masih berlanjut, kadang hal simple saja bisa membuat beliau naik pitam.
Aku lupa ditahun berapa kejadian ini terjadi, Ayahku yang sangat mencintai dunia tekhnologi memiliki satu DVD Player yang paling mahal dijamannya, yang tanpa aku sengaja tersenggol oleh lenganku dan terjatuh.

Ayah melihat kejadian itu, tidak ada hal yang bisa aku sampaikan selain kata maaf. Namun memori yang sampai saat ini melekat hanyalah satu. Ketika ayahku terlihat tanpa fikir Panjang langsung melayangkan kemplangan ke kepalaku yang kebetulan mengenai kuping kiriku, terasa panas dan langsung berdenging. Sesaat aku blo’on dan tidak tahu apa yang terjadi, yang aku lihat muka ayah memerah dengan mulut yang terlihat mengucapkan omelan (tetapi sayangnya aku tidak mendengar apa yang beliau ucapkan). What a funny memory 😊


 

Friday, May 10, 2019

[Kembali]

Ku lihat di matamu tak ada sedikitpun dendam ataupun amarah...
Yang terlihat hanyalah kekecewaan dan luka yang entah sampai kapan akan terus terbuka..

Saat ini, namaku tak lagi menjadi yang utama, ragaku bukan lagi yang kau rindukan...

Sejuta kata maaf tak akan sanggup membantu menutup lara. Jika ia telah datang, tak akan ada lagi harapan menjadikannya asa.

Bodoh adalah aku
Menjadi hina adalah pilihan yang aku ambil
Melepaskanmu yang begitu indah dan sempurna adalah mutlak ke-egoisanku..

Tuhan..kembali aku titipkan dia kepadaMu
Pulihkankah segala lara yang telah aku sematkan di hatinya...
Berikan kebahagiaan yang tak terhingga ketika kita tak lagi bersama..
Kuatkan segala apa yang saat ini dia rasa lemah..

Hanya kepadaMu semua menjadi nyata..
Aku merindunya dan akan tetap selalu merindunya..
Entah sampai kapan semua akan berakhir, namun ku percaya Tuhan bahwa kuasaMu-lah yang terindah..

Thursday, May 9, 2019

Mengapa Ada Perkenalan?

Ya, satu hal yang sering aku pertanyakan setiap kali dipertemukan dengan 'perpisahan'..
Apapun itu, aku akan selalu bertanya -Mengapa ada perkenalan?-
Mengapa orang sangat senang memiliki banyak teman dekat yang pada akhirnya satu-persatu akan berlalu...
Entah karena bertemu pasangan hidup masing-masing, entah karena perbedaan cara pandang, perbedaan prinsip atau bahkan datangnya ajal..

Wednesday, May 1, 2019

Suka dan Tidak Suka

Di dunia ini selalu ada dua sisi,

Seperti halnya ada hitam-putih, panjang-pendek, atas-bawah.
Begitu juga dengan sifat dasar manusia, kita memiliki sisi suka dan tidak suka.

Membahas tentang suka dan tidak suka, terkadang sering menjadi perdebatan yang tidak ada titik ujungnya. Karen semua orang memiliki takaran dan peng'iya'an masing-masing. Tinggal setinggi apa pemakluman untuk hal tersebut.