Pages

Thursday, January 25, 2024

Suami? Sebagai (support) system, atau (penghancur) mental? v.3

Tema masih sama, tentang pertanyaan mayoritas perempuan terkait kehadiran sosok suami di dalam rumah tangga. 

Yang paling menarik aku baca saat ini adalah seputar keterlibatan seorang suami dalam pola pengasuhan anak.

Ada seorang istri bercerita tentang sikap suaminya dalam mengurus bayi, sangking minim keikutsertaan sang suami dalam merawat bayi (sang istri baru melahirkan kurang dari 8 bulan) dia mulai merasakan kalau membutuhkan bantuan psikologis karena merasa kewalahan dalam mengelola emosi-nya.

Wanita ini bercerita, bahwa suaminya tidak ikut serta dalam pengurusan newborn (bergadang, memberikan susu setiap dua jam sekali, mengganti popok, memandikan, menimang-nimang, menidurkan). Semua dilakukan sang istri. Suami hanya membantu memberikan susu dan bergadang hanya di minggu awal kelahiran bayi mereka (tidak lebih dari satu bulan usia sang anak), selebihnya sang istri yang turun tangan.

Suami akan memandikan, kalau sang istri uda marah-marah karena kecapean.
Suami akan mulai 'membantu' memberikan susu, setelah sang istri ngebanting-banting barang. (menyedihkan).
Aku memberikan kata 'membantu' dengan tanda kutip, karena suami tidak memiliki pola fikir bahwa memberi makan newborn adalah tanggung jawab. Jika dia memiliki pola fikir tersebut, secara naluri seorang ayah sebagai orang tua akan terbentuk sendirinya dan memahami bahwa memberikan makan pada bayi adalah tanggung jawab orang tua. Tanpa menunggu istrinya menjadi gila dengan banting-banting barang. Bagaimana jika sang istri lupa memberikan makan pada bayi tersebut? sedang sang suami sangat acuh, bisa-bisa si bayi dehidrasi).

Ketika bayi mereka poop, sang suami selalu memanggil istrinya untuk mengganti popok si bayi. Ketika membaca cerita wanita ini, aku merasa prihatin dan terbersit pertanyaan. 'Fungsi suami ini apa coi?'
Apakah sebatas cari uang? sedangkan tidak menutup mata bahwa di bumi ini banyak wanita pekerja, juga merangkap sebagai ibu.

Bagaimana peran suami ini ketika si wanita tersebut bergadang setiap malam? (pertanyaan yang sama terlintas dalam fikiranku)

jawabannya adalah 'ya suami saya tidur, bahkan ketika anak atau bayi kami menangis karena lapar (haus), dia tidak terbangun. Ketika saya mencoba menidurkan anak kami yang rewel, dia juga tidak terbangun, atau ketika saya menangis sendirian karena kecapaian, dia pun tetap tidak terbangun. entah apa yang membuat mata hati, batin dan telinga dia tertutup'  (tulis sang wanita)

Deeg!.. aku merasa miris membacanya, bukan tentang apa, tetapi lebih ke geram membayangkan beban yang dijalanin sang wanita ini. (mungkin karena sama-sama perempuan yang kebetulan saat ini aku juga memiliki newborn kurang dari 3bulan). Pasti sangat berat menjadi seorang wanita, mengurus newborn tanpa ada bantuan dari siapapun.  Semestinya dia tidak perlu merasa tersiksa jika sang suami tahu tanggung jawab dan turut serta dalam perawatan, dan tumbuh kembang sang anak.

Apakah hal-hal seperti ini sudah pernah diutarakan ke sang suami? karena tidak jarang banyak wanita-wanita yang berasa paling tangguh dalam mengurus rumah tangga tapi diam-diam nangis ketika sudah lelah sendiri.
jawabannya adalah (nih aku kutip ya)

'Saya sudah sering menyampaikan kesulitan dan kelelahan saya ketika mengasuh xxx, bahkan sering saya berkata kepada suami saya kalau saya lelah, saya butuh dipijit bahu minimal untuk mengurangi rasa nyeri karena sering menggendong xxx, tetapi dia acuh. dia hanya akan memijit bahu saya ketika saya sudah minta tolong.
Saya juga sudah mencoba minta tolong untuk jaga xxx (susuin, ajak main, gendong) tetapi yang saya dapatkan adalah mendengar tangisan bayi kami yang tidak berhenti ketika suami saya pegang dia. Entah karena bayi saya peka, atau cara suami merawat tidak dengan tulus sehingga bayi kami menerima pesan tersebut sebagai tindakan yang tidak nyaman. Karena saya pernah membaca bahwa bayi itu murni, dan cerdas. Mereka bisa merasakan mana orang dewasa yang tulus pegang ataupun tidak. Sungguh saya lelah, dan butuh bantuan untuk mental saya'

kaget gak luuu bacanya? hmmm.
Kalau kata adikku ini mah udah 5W.. waduh waduh waduh waduh waduh. Apa engga gila itu wanita, untuk merawat anak hasil berdua saja harus 'minta tolong'. Kenapa tidak di balik saja kondisinya, dalam satu hari full sang suami berperan sebagai istri (mulai dari ketika pegang newborn bangun tidur, memandikan, mengganti baju, menggendong ajak main, menyusui, menidurkan, menyusui lagi, mengganti popok, memandikan sore, menyusui, ajak main, menidurkan bayi, menyusui tengah malam, bahkan sampai rutinitas pagi kembali datang). 
*bagian menyusui digantikan dengan asi beku yg sudah dihangatkan lalu dimasukkan dalam botol, bukan menyusui dbf
bisa ga tuh? 

Doaku secara virtual adalah semoga wanita tersebut diberikan kewarasan mental, tubuh sehat, hati lapang. Supaya tumbuh kembang sang anak tidak terganggu dan mental wanita tersebut tetap aman. Aamiin

Sungguh ini lagi-lagi masuk kategori suami yang sangat-sangat menghancurkan mental istri. Tidak ada titik terang sebagai support system. thats all.

No comments:

Post a Comment