Pages

Tuesday, March 15, 2022

Do You Believe In Divorce?

"Do you believe in divorce?". Satu kalimat yang "dulu" menurutku sangat aku hindari, atau tidaklah pantas untuk ditanyakan. Boro-boro buat tanya ke orang lain, terlintas di fikiran saja engga..

Kita boleh berencana, namun waktu, keadaan, fikiran, dan kondisi terkadang menentukan hasil akhir.. Menurutku tidak sedikit dari ribuan orang di luar sana memilih untuk tetap berjuang dalam ikatan komitmen yang mungkin dirasa sudah tidak lagi mesra.. 

Setiap langkah adalah pilihan, ya.. pilihan dari masing-masing orang yang menjalaninya, dan Yes.. i choose it, pada akhirnya aku memilih untuk melepaskan dan merelakan sebuah ikatan yang entah jika dijalani akan berujung kemana.. Nope! Jauh di dalam hati kami, we know what will happen.. soon or later.

Mungkin terlihat begitu mudah diucapkan untuk berpisah, namun pada kenyataannya ketika dijalanin terasa sulit. 

Hampir setiap hari "saat itu" terasa begitu berat.. Terlelbih melepaskan orang yang sudah 10 tahun bersama dengan kita, kesehariaannya, keburukannya, gaya isengnya, bahkan aroma tubuhnya pun akan melekat dibenak...

Tidak mudah menjalani hari-hari untuk lepas dari sosok yang kala itu menjadi penopang hidup.  Apalagi untukku sebagai perantau di Ibu Kota,.

Karena pernikahanlah aku di sini, memutuskan untuk ikut dengannya ke BuKota.. dan Yes.. aku sama sekali tidak memiliki satu saudara pun di sini.. Bisa dibayangkan, bagaimana aku sangat bergantung kepadanya? namun pada akhirnya aku melepaskannya atau bisa dibilang kami saling melepaskan.

Kebayangkan betapa linglungnya saat itu? bagaikan karang di pinggir pantai terhempas air lautan kali ya, jadi berlubang-lubang alias tiada hari tanpa nangis bombai... 


Apakah kala itu aku mendekatkan diri pada Tuhan? tentu tidak.

Aku merasa sangat jauh dariNYA.. Tidak ada sedikitpun dibenakku untuk meminta maaf kepada Tuhan atas segala apa yang terjadi, Tidak ada rasa untuk memilih berlindung kepadaNYA.

Aku memilih jalan yang lain, kembali akrab dengan kehidupanku yang dulu (sebelum aku bertemu dengannya)

Kembali mengenal dunia malam (bukan dugem ya) tapi lebih ke dunia ibu kota di malam hari, nongkrong aja di pinggir jalan ga tahu arah mau kemana, mengisi waktu di sore hari berlari lari kecil ke Lapangan Banteng (harapannya dengan begini, semua penat bisa lenyap. Jadi ketika kembali ke kamar, udah tidak ada lagi tetes air mata). Hahaha *HALU 

Apakah itu berhasil? tentu tidak.. rapuhnya hati, dalamnya rasa kecewa, penatnya rasa amarah masih menjadi satu dalam dada dan semakin hari terasa begitu sesak.. 

Sebatang, dua batang rokok tidak dapat meredakan rasa yang ada. Dalam kondisi seperti ini sudah pasti mereka yang paham tentang aku akan merasa ada perubahan sikap yang terjadi. 

Ingin rasanya berbagi ke mereka tentang penumpukan rasa yang saat itu aku alami, namun satu sisi ego pribadiku berkata bahwa ini adalah masalah pribadi tidak sepantasnya melibatkan orang lain untuk hal ini, terlebih bila mereka pun telah memiliki keluarga sendiri (pastilah mereka memiliki masalah dengan porsi masing-masing). Sangat tidak etis jika aku tiba-tiba datang memberikan tambahan beban fikiran yang seharusnya tidak perlu dilakukan.

Yah inilah hidup..sepandai apapun kita mencoba berusaha, namun praktek di lapangan tetaplah banyak godaan dan banyak ujian.

Entahlah tulisanku ini mengarah kemana, yang ada aku hanya ingin menuliskannya pada catatan-catatan saja

No comments:

Post a Comment